Thursday, July 2, 2015

Legenda Sigalegale

Wajah Sigalegale


I. Pendahuluan

Tapanuli sebagai kampung halaman suku Batak memiliki berbagai cerita rakyat sebagaimana cerita rakyat yang dimiliki suku-suku lain di Indonesia.  Berbagai peristiwa dalam kehidupan, secara tidak langsung dapat menjadi sebuah bentuk cerita yang disampaikan secara lisan, baik dari orang tua kepada anak atau pun dari satu kampung ke kampung yang lain.

Faktor alam atau lingkungan merupakan salah satu penyebab terbentuknya suatu model atau gaya dari suatu daerah, begitu pula yang dialami oleh orang Batak. Faktor alam mereka mempengaruhi gaya hidup dan juga bentuk kepercayaannya. Cerita-cerita yang terus diwarisi dari generasi ke generasi merupakan cara untuk tetap menjaga tradisi dan juga supaya tidak punahnya sejarah kehidupan bangsa tersebut.

Legenda-legenda yang merupakan bentuk dari cerita kehidupan masyarakat menjadi suatu pedoman untuk mengatur atau mengarahkan kehidupan untuk lebih baik. Legenda-legenda masyarakat sungguh banyak, misalnya Legenda Batu Gantung, Legenda Tunggal Panaluan, Legenda Danau Toba, Asal Mula Orang Batak, Legenda Sigalegale dan lain sebagainya. Kesemuanya itu adalah cerita-cerita yang mempengaruhi kehidupan orang Batak dalam kebudayaan dan kepercayaan mereka. Untuk hal itulah maka kami dari kelompok akan menyajikan salah satu legenda Batak yang mempengaruhi sistem kehidupan kebudayaan dan kepercayaan orang Batak. Ada pun legenda yang kami akan ceritakan adalah legenda Sigalegale yang memiliki makna budaya dan kepercayaan masyarakat Batak seluruhnya terkhusus masyarakat Batak di Toba.

II. Cerita Sigalegale

Pada masa yang silam, apabila seorang terkemuka meninggal sebelum mempunyai anak sebagai penyambung keturunan, dianggap merupakan kesialan. Untuk mencegah supaya nestapa seperti itu tidak berulang kembali, maka diadakanlah tarian duka menggunakan boneka dari kayu.

Boneka tersebut bentuknya seperti manusia, kepalanya dilumuri dengan kuning telur. Giginya dicat hitam menggunakan jelaga baja, pada lekuk mata dilekatkan buah berwarna merah. Boneka diberi pakaian ulos Batak, di atas kepalanya dilekatkan rambut kuda atau ijuk, atau diberi ikat kepala. Selanjutnya boneka diletakkan di atas papan beroda, lalu ditarik berkeliling kampung. Kaum kerabat memeluk boneka sambil menangis tersedu-sedu, sebagai tanda perpisahan untuk selamanya. Jika boneka duka diarak di kala terang bulan, akan membawa suatu perasaan pilu dan mengharukan. Pada malam terakhir acara tari-tari duka itu, boneka dibawa keluar kampung, lalu dicampakkan ke Danau Toba, maksudnya supaya di masa yang akan datang, tidak berulang lagi nasib seperti yang dialami oleh keluarga yang malang itu.